Ini
adalah kalimat yang selalu disisipkan oleh Ayah setiap hari sebelum saya keluar
rumah.
Iya,
setiap hari Ayah selalu mengingatkan saya untuk pulang, padahal kalau dipikir-pikir,
tidak di ingatkanpun saya pasti pulang.
Emang
mau kemana lagi kalau tidak pulang, kan tidak mungkin saya selamanya berada
diluar bukan?
Setelah
sekian tahun kalimat itu saya dengar, baru sore ini diperjalanan pulang,
diantara hujan deras yang mengguyur kaca mobil saya hingga wippernya kewalahan
membasuh, saya tersadar betapa kalimat itu memiliki arti yang Subhaanallah,
luar biasa.
Iya,
kalimat, “De, jangan terlambat pulang!”
Bukankah
makna pulang itu identik dengan kembali?!
Iya,
pulang adalah kembali.
Setelah
bepergian, saya akan kembali kerumah.
Setelah
perjalanan panjang, saya akan kembali kepada pemilik jiwa saya.
Setelah
terkena matahari selama puluhan tahun, saya akan kembali ke tanah.
Setelah
khilaf demi khilaf saya lakukan, saya kan kembali mencari ampunan, dan begitu
seterusnya.
Dan
benar, Ayah saya bilang bahwa saya tidak boleh terlambat pulang.
Pulang
kepada kebenaran setelah kekhilafan.
Saat
hawa nafsu menggelincirkan saya, maka saya harus cepat pulang, cepat kembali.
Ahh…
sungguh perenungan hujan yang indah.
Subhaanallah…!!
Ayah
saya memang lelaki terhebat didunia ini selain selain laki-laki yang lain lain.
Ketika
saya lupa pulang itu artinya saya nyasar, saya tersesat, dan
semakin jauh saya tersesat, semakin jauh saya dari rumah, semakin jauh
pula saya dari jalan kembali.
Atau
mungkin jika ini saya biarkan dan saya tidak cepat cepat pulang, maka saya akan
selamanya tersesat, dan sebelum terlanjur jauh tersesat maka saya harus segera
pulang.......
Sungguh kalimat “jangan terlambat pulang” menjadi begini indah.
Yang
terpikir oleh saya kemudian adalah bagaimana caranya agar saya tidak terlambat
pulang.
Kalau
dijalan dan saya tersesat, maka yang pertama kali saya cari adalah “peta”.
Iya,
peta adalah pentunjuk jalan.
Dan
ketika jiwa saya yang tersesat, dan saya hendak kembali kejalan yang benar maka
peta saya tentunya (adalah) Al-Quran dan Hadits (serta ijma'/kesepakatan 'Alim Ulama).
Disana
jelas tertulis, dan bukan lagi peta yang masih harus saya duga-duga dimensinya.
Disana
tertulis lengkap jalan mana yang harus saya ambil dan jalan mana yang
harus saya hindari agak tidak nyasar.
Dan
kini peta sudah ditangan, sudah waktunya saya untuk pulang mengikuti peta ini.
Karena
kalau saya tersesat kemudian saya malah cari penginapan dan tidur dulu disana,
kapan saya sampai dirumah?!
Dan
mulai sekarang yang harus saya lakukan adalah tidak lagi kembali ke jalan yang
sesat.
Bila
selama ini saya membicarakan hal hal yang tidak berguna, maka sudahilah.
Bila
selama ini saya berdusta, maka pulanglah dengan mengobati hati dengan
kejujuran.
Bila
selama ini saya menggantungkan kebahagiaan pada manusia lain, maka berhentilah
dan bergantunglah hanya pada ketentuan ALLAH.
Bila
selama ini saya mengikuti saja kemana hawa nafsu membawa saya, maka cukuplah
sampai disini, dan berhentilah dititik ini kemudian putar arah dan pulang.
Dan
semoga saya akan selalu ingat bahwa suka atau tidak suka maka ALLAH akan
menyeret saya pulang, napas saya akan berhenti.
Dan
ketika napas saya terhenti sementara saya belum juga mau pulang, maka saya akan
sangat merugi, didunia tersesat, diakhirat merana.
Dan
saya tidak mau ketika pipi saya menempel di liang lahat, saya belum menemukan
jalan pulang.
Jadi
harus sekarang saya putar arah balik dan kembali kepada yang baik baik, lakukan
semua kebenaran dan buang jauh-jauh hal yang akan menyesatkan.
Ayo,
putar arah tinggalkan gemerlap dunia yang menyesatkan dan jangan terlambat
pulang.
Bacalah
peta yang diberikan oleh ALLAH!
Kalau
kata peta itu berzina adalah dosa, ya jangan berzina.
Kalau
kata peta itu menyakiti dan mendzalimi orang lain itu menyesatkan, yah jangan
dijalankan.
Kalau
kata peta itu berjilbab adalah wajib, yah dipakailah jilbabnya.
Kalau
kata peta itu jadikan ikhlas, sabar, tawakkal adalah jalan yang lurus agar
selamat, ya di ikuti tanpa ragu-ragu.......
Jangan peta sudah ditangan tapi tetap nyasar karena
peta-nya cuma dipegang tak dibaca.
Ketika peta sudah ditangan tapi kita malah asik
mutar-mutar, keliling, dan lebih jauh lagi nyasar, itu artinya akal tidak
dipakai.
Dan
siap-siaplah yang Punya peta jadi tak peduli.
Mau
nyasar, mau jatuh kedalam jurang, mau berkubang dalam dosa, dan apalah namanya,
sungguh akan sangat merugilah diri ini.
Seharusnya
sedih kalau ALLAH sudah tidak peduli lagi.
Na’udzubillahimindzalik!!
Hati
nurani saya ikut nimbrung, “Makanya baca De, baca
itu Al-Qur’an!!”
Hidup
adalah sebuah perjalanan, tempat persinggahan menuju rumah abadi. Ibarat kita
ingin melakukan sebuah perjalanan yang panjang. Hidup
di dunia ini adalah tempat mempersiapkan segala kebutuhan-kebutuhan yang akan
kita perlukan diperjalanan nanti.
Bayangkan
jika kita tidak mempersiapkan apapun, apakah yakin perjalanan kita itu akan
lancar tanpa hambatan?!!
Atau
malah menemui berbagai rintangan yang itu tak akan kita ketahui?!
Namun
sebaliknya, jika kita sudah mempersiapkan segala bekal itu, insya ALLAH semuanya
akan berjalan seperti yang kita inginkan.
Lalu
sejauh mana persiapan kita di saat kita di panggil pulang menghadap-NYA?!
Sudah
siapkah ketika perjalanan itu berakhir, saat DIA datang menjemput tiba-tiba??
Wallahu’alam bish-shawab!!